Piranti Kohesi dan Koherensi
Piranti Kohesi dan Koherensi
Khusnul Khotimah 146150_2014
C
Resume 6
Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana (hubungan yang tampak
pada bentuk). Kohesi merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah
kalimat-kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan
(Tarigan 1987:96). Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam sebuah wacana
baik dalam skala gramatikal maupun dalam skala leksikal tertentu.
Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya disebut antesedan. Referensi dapat bersifat eksoforis (situasional) apabila mengacu ke antesedan yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual) apabila yang diacunya terdapat di dalam wacana. Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesedennya disebut referensi anaforis, sedangkan yang berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.
Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain.
Substitusi hampir sama dengan referensi. Perbedaan antara keduanya adalah
referensi merupakan hubungan makna sedangkan substitusi merupakan hubungan
leksikal atau gramatikal. Selain itu, substitusi dapat berupa proverba, yaitu
kata-kata yang digunakan untuk menunjukan tindakan, keadaan, hal, atau isi
bagian wacana yang sudah disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa
substitusi klausal.
Elipsis adalah sesuatu yang tidak terucapkan dalam wacana, artinya
tidak hadir dalam komunikasi, tetapi dapat dipahami. Jadi pengertian tersebut
tentunya didapat dari konteks pembicaraan, terutama konteks tekstual. Sebagai
pegangan, dapat dikatakan bahwa pengertian elipsis terjadi bila sesuatu unsur
yang secara struktural seharusnya hadir, tidak ditampilkan. Sehingga terasa ada
sesuatu yang tidak lengkap.
Konjungsi (kata sambung) adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang
berfungsi sebagai penyambung, perangkai atau penghubung antara kata dengan
kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan
seterusnya. Konjungsi disebut juga sarana perangkaian unsur-unsur kewacanaan.
Konjungsi mudah dikenali karena keberadaannya terlihat sebagai pemarkah formal.
Beberapa jenis konjungsi antara lain adalah: a ) konjungsi adservatif (namun,
tetapi), b) konjungsi kausal (sebab, karena), c) konjungsi korelatif (apalagi, demikian
juga), d) konjungsi subordinatif (meskipun, kalau), dan e) konjungsi temporal
(sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian).
Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara
bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif.
Unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonim (persamaan), antonim (lawan kata),
hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (kata
sanding), dan ekuivalensi. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu
diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan
informasi, dan keindahan bahasa lainnya.
Konsep
kohesi mengacu pada hubungan bentuk antar unsur-unsur wacana sehingga memiliki
keterkaitan secara padu. Dengan adanya hubungan kohesif itu, suatu unsur dalam
wacana dapat diinterprestasikan sesuai dengan keterkaitannya dengan unsur-unsur
yang lain. Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai dengan penanda-penanda
kohesi, baik yang sifatnya gramatikal maupun leksikal.
Ramlan (1993) menguraikan sejumlah penanda hubungan antarkalimat dalam
wacana bahasa Indonesia. Penanda hubungan tersebut antara lain:
1.
Penanda hubungan penunjukan yaitu
penggunaan kata atau frasa untuk menunjuk atau mengacu pada kata, frasa, atau
satuan gramatikal yang lain dalam suatu wacana. Hubungan penunjukan dapat
bersifat anaforis maupun kataforis. Sejumlah kata yang berfungsi sebagai
penanda hubungan penunjukan ini yaitu: ini, itu, tersebut, berikut, dan tadi.
2.
Penanda hubungan pengganti yaitu penanda
hubungan antarkalimat yang berupa kata atau frasa yang menggantikan kata,
frasa, atau satuan gramatikal, lain yang terletak di depannya atau secara
anaforik maupun di belakangnya atau secara kataforik. Bentuk-bentuk penanda
hubungan ini diantaranya adalah kata ganti persona, kata ganti tempat,
klitika-nya, kata ini, begitu, begini, dan demikian.
3.
Penanda hubungan pelesapan atau elipsis yaitu,
penghilangan unsur pada kalimat berikutnya, tetapi kehadiran unsur kalimat itu
dapat diperkirakan.
4.
Penanda hubungan perangkaian yaitu
hubungan yang disebabkan adanya kata yang merangkaikan kalimat satu dengan
kalimat yang lain dalam suatu paragraf. Kata atau kelompok kata yang berfungsi
sebagai penanda hubungan perangkaian antara lain adalah dan, kemudian, tetapi,
padahal, sebaliknya, malah, misalnya, kecuali itu, oleh sebab itu, selain dari
pada itu, meskipun demikian, dan lain sebagainya.
5.
Penanda hubungan leksikal yaitu
hubungan yang disebabkan oleh adanya kata-kata yang secara leksikal memiliki
pertalian. Penanda hubungan leksikal ini dapat dibedakan menjadi pengulangan,
sinonim, dan hiponim.
Koeherensi
adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana. Koherensi juga hubungan
timbal balik yang serasi antar unsur dalam kalimat Keraf (dalam Mulyana 2005:
30). Sejalan dengan hal tersebut Halliday dan Hasan (dalam Mulyana 2005: 31)
menegaskan bahwa struktur wacana pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik,
melainkan struktur semantik, yakni semantik kalimat yang di dalamnya mengandung
proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya akan menjadi wacana sepanjang
ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu sendiri.
aspek
atau sarana koherensi antara lain ialah agar tercipta susunan dan struktur
wacana yang memiliki sifat serasi, runtut, dan logis. Sifat serasi artinya sesuai,
cocok, dan harmonis. Kesesuaian terletak pada serasinya hubungan antarproposisi
dalam kesatuan wacana. Runtut artinya urut, sistematis, tidak terputus-putus,
tetapi bertautan satu sama lain. Sedangkan sifat logis mengandung arti masuk
akal, wajar, jelas, dan mudah dimengerti. Suatu rangkaian kalimat yang tidak
memiliki hubungan bentuk dan makna secara logis, tidak dapat dikatakan sebagai
wacana.
Di
bidang makna dalam wacana bahasa Indonesia, Ramlan menemukan adanya sepuluh
macam pertalian makna yang menghubungkan informasi dalam suatu kalimat dengan
informasi dalam kalimat yang lain yang menyebabkan terbentuknya kepaduan
informasi dalam paragraf. Kesepuluh macam pertalian makna tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Pertalian penambahan, yaitu
penulis menambahkan atau menggabungkan pengertian yang dinyatakan dalam suatu
kalimat dengan pengertian yang dinyatakan pada kalimat lainnya;
2.
Pertalian perturutan, yaitu
pertalian yang menyatakan bahwa peristiwa, keadaan, atau perbuatan
berturut-turut terjadi atau dilakukan;
3.
Pertalian perlawanan, yaitu
pertalian yang mempertentangkan suatu hal, keadaan, atau perbuatan
berturut-turut terjadi atau dilakukan;
4.
Pertalian lebih, yaitu pertalian
karena adanya informasi yang dinyatakan pada suatu kalimat melebihi apa yang
dinyatakan pada kalimta-kalimat sebelumnya;
5.
Pertalian sebab-akibat, yaitu
pertalian yang terbentuk karena adanya kalimat yang memberikan penjelasan
tentang sebab atau alasan terjadi sesuatu yang dinyatakan dalam kalimat
lainnya;
6.
Pertalian waktu, yaitu pertalian
yang terbentuk karena adanya kalimat yang satu menyatakan waktu terjadinya
peristiwa atau perbuatan yang dinyatakan pada kalimat lainnya;
7.
Pertalian syarat, yaitu pertalian
yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan pada suatu kalimat menjadi syarat
terlaksananya suatu perbuatan atau terjadinya peristiwa yang dinyatakan pada
kalimat lainnya;
8.
Pertalian cara, yaitu pertalian
yang menyatakan bagaimana suatu perbuatan dilaksanakan atau bagaimana suatu
peristiwa terjadi;
9.
Pertalian kegunaan, yaitu
pertalian yang menyatakan tujuan;
10.
Pertalian penjelasan, yaitu
pertalian yang menyatakan bahwa informasi pada kalimat yang satu memberikan
penjelasan atau keterangan lebih lanjut bagi informasi yang dinyatakan pada
kalimat lainnya.
Selain
kesepuluh macam pertalian makna yang telah disebutkan di atas, Ramlan juga
mengatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan adanya jenis-jenis pertalian makna
yang lainnya.
Sumber: Kohesi
Dan Koherensi Antarkalimat Dalam Wacana Beritadi Majalah Panjebar Semangat. 2011. Universitas Negeri
Semarang. Pdf journal.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar