Praanggapan, Implikatur, dan Inferensi Dieksis
Praanggapan,
Implikatur, dan Inferensi Dieksis
(Khusnul
Khotimah_146150_2014C)
Resume Kelompok 7
Nababan (1987:46), memberikan pengertian
praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi
berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau
ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan
sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat
dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud.
Dari beberapa
definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah
kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang
akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
Untuk memperjelas hal ini, perhatikan
contoh berikut :
a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Udin
kemarin”
b : “Dapat potongan 30 persen kan?”
Contoh percakapan di atas menunjukkan
bahwa sebelum bertutur (a) memiliki
praanggapan bahwa (b)
mengetahui
maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Pranowo.
Kesalahan
membuat praanggapan efek dalam ujaran manusia. Dengan kata lain, praanggapan
yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan.
Makin tepat praanggapan yang dihipotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran
yang diungkapkan.
Contoh:
(a) “Ayah saya datang dari Surabaya”.
(b) “Minuman nya sudah selesai”.
Dari contoh (a) praanggapan adalah: (1) saya
mempunyai ayah; (2) Ayah ada disurabaya. Pada contoh (b)
praanggapannya adalah silahkan diminum. Oleh karena itu, fungsi praanggapan
ialah membantu mengurangi hambatan respons orang terhadap penafsiran suatu ujaran.
1. Jenis-jenis
Praanggapan
Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan
pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule, 2006:46). Selanjutnya
Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi
faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,
dan presuposisi konterfaktual.
Presuposisi Esistensial
Presuposisi (praanggapan) eksistensial adalah
preaanggapan yang menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang
diungkapkan dengan kata yang definit.
a. Orang itu berjalan
b. Ada orang berjalan
Presuposisi Faktif
Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di
mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai
suatu kenyataan.
a. Dia tidak menyadari bahwa ia sakit
b. Dia sakit
Presuposisi Leksikal
Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai
bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional
ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan)
dipahami.
a. Dia berhenti merokok
b. Dulu dia biasa merokok
Presuposisi Non-faktif
Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu
praanggapan yang diasumsikan tidak benar.
a. Saya membayangkan berada di Hawai
b. Saya tidak berada di Hawai
Presuposisi Struktural
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada
sturktur kalimat-kalimat tertentu telah dianalisis sebagai praanggapan secara
tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan
kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional
diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) seudah diketahui
sebagai masalah.
a. Kapan dia pergi?
b. Dia pergi
Presuposisi
konterfaktual
Presuposisi (praanggapan) konterfaktual berarti bahwa
yang di praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan
(lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan.
a. Seandainya ibu kota Jawa Barat
ada di Sumedang.
b. Ibu kota Jawa Barat bukan di Sumedang.
IMPLIKATUR
Konsep
implikatur kali pertama dikenalkan oleh
H.P. Grice (1975) untuk memecahkan
persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa.
Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang
dimaksud oleh penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yang dinyatakan secara
harfiah (Brown dan Yule 1983:1). Makna tersirat (implied meaning) atau
implikatur adalah makna atau pesan yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau
wacana tulis. Kata lain implikatur adalah ungkapan secara tidak langsung yakni
makna ungkapan tidak tercermin dalam kosa kata secara literal. Dalam pemakaian bahasa terdapat implikatur yang disebut
implikatur konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti
konvensional kata-kata yang dipakai’.
Contoh:
a. Dia orang Palembang karena itu dia pemberani.
Pada contoh (a) tersebut,
penutur tidak secara langsung menyatakan bahwa suatu ciri (pemberani)
disebabkan oleh ciri lain (jadi orang Palembang), tetapi bentuk ungkapan yang
dipakai secara konvensional berimplikasi bahwa hubungan seperti itu ada. Kalau
individu itu dimaksud orang Palembang dan tidak pemberani, implikaturnya yang
keliru tetapi ujaran tidak salah.
Ada empat macam faedah konsep implikatur, yaitu
a. Dapat memberikan penjelasan makna
atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.
b. Dapat memberikan penjelasan yang
tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.
c. Dapat memberikan pemberian semantik
yang sederhana tentang hubungan klausa
yang dihubungkan denagn kata penghubung yang sama.
d. Dapat memberikan berbagi fakta yang
secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanana (seperti
metafora).
Jenis-jenis
Implikatur
1. Implikatur Percakapan
Asumsi dasar percakapan adalah jika
tidak ditunjukan sebaliknya bahwa peserta tuturnya mengikuti maksim-maksim
prinsip kerja sama. Maksim adalah pernyataan ringkas yang mengandung ujaran
atau kebenaran umum tentang sifat-sifat manusia. Untuk memperjelas, berikut
contohnya:
Lisa: Nanti, kamu bawakan aku kue
pelangi dan jus jeruk, ya.
Mona: Oke, aku akan bawakan kamu kue
pelangi.
Pada contoh tuturan di atas, Lisa
berasumsi bahwa Mona melakukan kerja sama. Namun, Mona tidak sadar sepenuhnya
maksud Lisa tentang maksim kuantitas karena Mona tidak menyebutkan jus jeruk.
Jika membawakan jus jeruk, maka Mona akan mengatakannya karena ia ingin
memenuhi maksim kuantitas. Lisa seharusnya menyimpulkan bahwa apa yang dia
katakan melalui suatu implikatur percakapan. Sebab, penuturlah yang
menyampaikan makna melalui implikatur dan sosok yang mengenali makna-makna yang
disampaikan lewat inferensi.
2. Implikatur Percakapan Umum
Implikatur percakapan khusus tidak
dipersyaratkan untuk memperhitungkan makna tambahan yang disampaikan, maka
disebut implikatur percakapan umum.
Contoh:
Pada suatu hari saya duduk di sebuah
taman. Sepasang kekasih pun duduk di salah satu bangku taman itu.
Contoh implikatur pada tuturan di
atas adalah bahwa taman dan pasangan kekasih bukanlah milik penutur dan tak
dikenali penutur. Apabila penutur lebih spesifik menuturkan, maka bisa jadi
kebun dan sepasang kekasih yang dimaksudkannya dikenalinya. Misalnya, Pada
suatu hari saya duduk di tamanku. Sepasang kekasih yang kukenalpun duduk di
salah satu bangku tamanku itu.
3. Implikatur Berskala
Informasi selalu disampaikan dengan
memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai.Ini
secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas,
seperti yang ditunjukkan dalam sebuah skala, ketika istilah-istilah itu
didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah.
Contohnya:
semua, sebagian besar, banyak,
beberapa, sedikit selalu, sering, kadang-kadang.
"Saya sedang belajar ilmu
bahasa dan saya telah melengkapi beberapa mata kuliah yang
dipersyaratkan."
Dengan memilih kata
"beberapa" dalam contoh tuturan di atas penutur menciptakan suatu
implikatur. Ini yang disebut implikatur berskala. Implikatur berskala adalah
semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi yang dilibatkan apabila dalam
skala itu dinyatakan.
4. Implikatur Percakapan Khusus
Pada sebuah percakapan, implikatur
telah diperhutangkan tanda adanya pengetahuan khusus terhadap konteks tertentu.
Akan tetapi, seringkali percakapan kita terjadi dalam konteks yang sangat
khusus. Inferensi-inferensi yang demikian dipersyaratkan untuk menentukan
maksud yang disampaikan menghasilkan implikatur percakapan khusus.
Mira: Apakah kamu suka es krim?
Anton: Apa itu Magnum Gold?
Mira bertanya apakah lawan tuturnya
menyukai es krim atau tidak. Akan tetapi, Anton sebagai lawan tutur tidak
menjawab ya atau tidak. Namun, keduanya melakukan kerja sama. Mira tidak
memerlukan jawaban ya, namun sudah mengerti kalau Anton menyukai es krim karena
menyebutkan merek es krim terkenal. Artinya, Anton menunjukkan ketertarikan
terhadap es krim.
5. Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional tidak
didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim. Implikatur konvensional
tidak harus terjadi dalam percakapan,dan tidak langsung pada konteks khusus
untuk mengiterpretasikannya. Implikatur konvensional diasosiasikan dengan
kata-kata khusus dan menghasilkan maksud tambahan apabila yang disampaikan
apabila kata-kata itu digunakan. Kata penghubung "tetapi" adalah
salah satu kata-kata ini.
Contoh;
Indi menyarankan warna hitam, tetapi
saya ingin warna putih.
Pada contoh di atas, kenyataan bahwa
Indi menyarankan warna hitam, bertolak belakang dengan pilihan saya warna
putih. Melalui implikatur konvensional 'tetapi'. Hal ini terjadi dalam
pemakaian bahasa biasanya terdapat implikatur yang disebut implikatur
konvensional, yaitu implikatur yang ditentukan oleh ‘arti konvensional
kata-kata yang dipakai’.
C. INFERENSI
Inferensi
adalah proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami
makna secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh
pembicara atau penulis, yaitu dengan membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan
konteks penggunaannya. Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan
implikatur. Implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang
ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Untuk menarik sebuah
kesimpulan (inferensi) perlu kita mengetahui jenis-jenis inferensi, antara
lain;
·
Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis
(proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik
tidak boleh lebih luas dari premisnya. Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
dari premis tersebut dapat kita lansung menarik kesimpulan
(inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
·
Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik
dari dua atau lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru
atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama. Contoh:
a : Saya melihat ke dalam kamar itu.
b : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut,
misalnya: kamar itu memiliki plafon.
Deiksis
Deiksis berasal dari kata Yunani kuno yang
berarti “menunjukkan atau menunjuk”. Dengan kata lain informasi kontekstual
secara leksikal maupun gramatikal yang menunjuk pada hal tertentu baik benda,
tempat, ataupun waktu itulah yang disebut dengan deiksis. Deiksis
adalah kata atau frasa yang menghunjuk kepada kata, frasa, atau ungkapan yang
telah dipakai atau yang akan diberikan (Agustina, 1995:40). Sebuah kata dikatakan bersifat deiksis apabila referennya
berpindah-pindah atau berganti-ganti, tergantung pada siapa yang menjadi si
pembicara dan tergantung pada saat dan tempat dituturkannya kata itu.
Perhatikan contoh kalimat berikut.
(a) Begitulah isi sms
yang dikirimkannya padaku dua hari yang lalu.
(b) Hari ini bayar, besok
gratis.
(c) Jika Anda berkenan, di tempat
ini Anda dapat menunggu saya dua jam lagi.
Dari contoh di atas, kata-kata yang
dicetak miring dikategorikan sebagai dieksis. Pada kalimat (a) yang dimaksud
dengan begitulah tidak bisa diketahui karena uraian berikutnya tidak
dijelaskan. Pada kalimat (b) kapan yang dimaksud dengan hari ini dan besok juga
tidak jelas, karena kalimat itu terpampang setiap hari di sebuah kafetaria.
Pada kalimat (b) kata Anda tidak jelas rujukannya, apakah seorang wanita atau
pria, begitu juga frasa di tempat ini lokasinya tidak jelas.
Semua kata
dan frasa yang tidak jelas pada kalimat di atas dapat diketahui jika konteks
untuk masing-masing kalimat tersebut disertakan. Dalam berpragmatik kalimat
seperti di atas wajar hadir di tengah-tengah pembicaraan karena konteks
pembicaraan sudah disepakati antara si pembicara dan lawan bicara.
1.
Jenis-jenis
Deiksis
Dalam
kajian pragmatik, deiksis dapat dibagi menjadi jenis-jenis seperti diuraikan
berikut ini.
Deiksis
Orang
Dalam kategori deiksis orang, yang menjadi kriteria adalah
peran pemeran serta dalam peristiwa berbahasa tersebut (Nababan, 1987:41).
Bahasa Indonesia mengenal pembagian kata ganti orang menjadi tiga yaitu, kata
ganti orang pertama,orang kedua, dan orang ketiga.
Dalam sistem ini, orang pertama
ialah kategori rujukan pembicara kepada dirinya sendiri, seperti saya, aku,
kami, dan kita. Orang kedua adalah kategori rujukan kepada seseorang (atau
lebih) pendengar atau siapa yang dituju dalam pembicaraan, seperti kamu,
engkau, anda, dan kalian. Orang ketiga adalah kategori rujukan kepada orang
yang bukan pembicara dan bukan pula pendengar, seperti dia, ia, beliau, -nya,
dan mereka. Contoh pemakaian deiksis orang dapat dilihat dalam kalimat-kalimat
berikut.
(a) Mengapa hanya saya yang
diberi tugas berat seperti ini?
(b) Saya melihat mereka di
pasar kemarin.
Kata-kata yang dicetak miring
seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang
digunakan sebagai penunjuk dalam dieksis orang. Contoh kata seperti itu dipakai
dalam percakapan sebagai pengganti atau rujukan dari yang dimaksud dalam suatu
peristiwa berbahasa.
Dieksis
Tempat
Dieksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang
atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa
itu. Dalam berbahasa, orang akan membedakan antara di sini, di situ dan di
sana. Hal ini dikarenakan disini lokasinya dekat dengan si pembicara, di situ
lokasinya tidak dekat pembicara, sedangkan di sana lokasinya tidak dekat dari
si pembicara dan tidak pula dekat dari pendengar.
Contoh penggunaan dieksis tempat
dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut.
(a) Tempat itu terlalu jauh
baginya, meskipun bagimu tidak.
(b) Duduklah bersamaku di sini.
Kata-kata yang dicetak miring
seperti contoh-contoh tersebut di atas adalah contoh dari kata-kata yang
digunakan sebagai penunjuk dalam deiksis tempat.
Deiksis
Waktu
Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk
kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan
dibuat. Contoh deiksis waktu adalah kemarin, lusa, besok, bulan ini, minggu
ini, atau pada suatu hari.
Kalimat-kalimat berikut adalah
contoh pemakaian dari kata penunjuk deiksis waktu.
(a) Dalam rangka menyambut hari raya
Idul Fitri, yang bernama Fitri dapat makan gratis besok. (tulisan di
sebuah restoran)
(b) Gaji bulan ini tidak
seberapa yang diterimanya.
(c) Saya tidak dapat menolong Anda sekarang
ini.
Deiksis
Wacana
Deiksis
wacana adalah rujukan kepada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah
diberikan atau yang sedang dikembangkan. Deiksis wacana ditunjukkan oleh
anafora dan katafora. Sebuah rujukan dikatakan bersifat anafora apabila
perujukan atau penggantinya merujuk kepada hal yang sudah disebutkan. Senada
dengan hal itu, anafora adalah hal atau fungsi yang menunjuk kembali kepada
sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam kalimat atau wacana.
Contoh kalimat yang bersifat anafora
dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Wati belum mendapatkan
pekerjaan, padahal dia sudah diwisuda dua tahun yang lalu.
(b) Joni baru saja membeli mobil BMW.
Warnanya merah dan harganya jangan ditanya.
Sebuah rujukan atau referen
dikatakan bersifat katafora jika rujukannya menunjuk kepada hal yang akan.
Contoh kalimat yang bersifat katafora dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(a) Di sini, digubuk tua ini
mayat itu ditemukan.
(b) Setelah dia masuk,
langsung Toni memeluk adiknya.
Deiksis
Sosial
Deiksis
sosial adalah mengungkapkan atau menunjukkan perbedaan ciri sosial antara
pembicara dan lawan bicara atau penulis dan pembaca dengan topik atau rujukan
yang dimaksud dalam pembicaraan itu. Contoh deiksis sosial misalnya penggunaan
kata mati, meninggal, wafat dan mangkat untuk menyatakan keadaan meninggal
dunia. Masing-masing kata tersebut berbeda pemakaiannya. Begitu juga
penggantian kata pelacur dengan tunasusila, kata gelandangan dengan tunawisma,
yang kesemuanya dalam tata bahasa disebut eufemisme (pemakaian kata halus).
Selain itu, deiksis sosial juga ditunjukkan oleh sistem honorifiks (sopan
santun berbahasa). Misalnya penyebutan pronomina persona (kata ganti orang),
seperti kau, kamu, dia, dan mereka, serta penggunaan sistem sapaan dan
penggunaan gelar. Contoh pemakaian deiksis sosial adalah pada kalimat berikut.
(a) Apakah saya bisa menemui Bapak
hari ini?
(b) Saya harap Pak Haji
berkenan memenuhi undangan saya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar